Tuesday, January 10, 2017

Marjalekkat dan Marsitekka, Permainan Tradisi yang Hilang


Teknologi menghadirkan banyak hal, tapi sekaligus memberangus banyak hal. Kini manusia lintas generasi sangat akrab dengan benda-benda ajaib yang lahir dari rahim teknologi. Ragam alat komunikasi modern seperti smartphone dan gadget, kini sudah jadi mainan semua kelompok usia. Bahkan memenjara.
Ilustrasi marjalengkat.
Saya terkenang permainan masa kanak-kanak yang menggembirakan: marjalengkat (dilafalkan: marjalekkat) dan marsitengka (dilafalkan: marsitekka). Bagi generasi yang lahir tahun 70-an hingga 80-an, dua jenis permainan tradisional ini mungkin masih familiar dan tersimpan sebagai kenangan yang indah. Alangkah menakjubkan kebersamaan yang tercipta karenanya.

Anak-anak generasi kini mungkin tak akan pernah lagi menyaksikan permainan-permainan tradisonal semacam itu, apalagi melakoninya. Mereka sudah punya alat permainan yang canggih. Ragam aplikasi game (permainan) kini tersedia dan dapat dengan mudah dinikmati. Tapi ini menjadi kesedihan yang lain: kemajuan zaman itu telah menyebabkan mereka jadi manusia yang asosial, egois, serba praktis dan hampir-hampir tak memiliki kreativitas.

Tak akan kita saksikan lagi anak-anak di sekitar kita bermain dengan alat tradisional. Bagi sebagian orang tua, itu hanya kenangan. Nilai-nilai sosial dari interaksi anak-anak zaman dulu juga pada akhirnya tidak akan ditemukan lagi saat ini, seperti halnya keriangan dan solidaritas dalam permainan marjalengkat dan marsitekka.

Saya sengaja memilih marjelengkat dan marsitengka untuk mewakili gender. Sebab marjalengkat umumnya permainan untuk anak laki-laki, meski tak jarang ada juga anak perempuan yang mahir memainkannya. Sedangkan marsitengka umumnya adalah permainan untuk anak-anak perempuan.

Marjalengkat adalah permainan dengan dua tongkat yang masing-masing diberi bilah sebagai alas kaki. Permainan ini sering dilakukan sebagai ajang adu ketangkasan untuk meningkatkan kemampuan berlari. Di tanah Batak, tongkat tersebut umumnya terbuat dari batang bambu.

Ketika memainkan permainan ini, si anak naik dan menginjakkan kaki di bilah penahan, sementara tangan berpegangan pada ujung tongkat bagian atas. Kunci keberhasilan dalam permainan ini adalah keseimbangan tubuh. Berat tubuh akan dipikul bilah dan dua tongkat. Orang yang sudah mahir biasanya bisa berlari, bahkan melewati sungai atau berjalan di medan-medan yang sulit.

Sementara marsitengka merupakan permainan yang biasanya dilakukan di sekolah atau di halaman rumah. Permainan ini biasanya dilakukan dua orang. Caranya adalah membuat beberapa kotak persegi empat yang digariskan di tanah dengan menggunakan kayu atau alat gores yang memungkinkan. Untuk lokasi permainan berlantai semen, kotak-kotak bisa digambar dengan kapur.

Dalam permainan ini, ada semcama alat bantu, biasanya batu berbentuk pipih atau uang logam. Batu pipih itu dilemparkan ke salah satu kotak, lalu melompat-lompat di dalam kotak untuk mengambil alat bantu tadi (batu pipih atau uang logam). Selama melompat, kaki tidak boleh mengenai tepi garis kotak tersebut.
Marsitengka (Foto/INT)
Selain marsitengka dan marjalengkat, sebenarnya masih banyak jenis permainan tradisional anak-anak, antara lain Pat ni Gajah. Permainan ini memakai potongan tempurung kelapa yang sudah kering dengan bantuan tali yang diikatkan ke lubang tempurung kelapa serta saling berhubungan. Permainan ini memerlukan kekuatan tenaga yang kuat karena harus berlari di atas kedua tempurung yang diikatkan tadi.

Lalu ada juga marultop  (tembak dari bambu). Permainan ini menggunakan alat yang terbuat dari bambu dan pelurunya terbuat dari biji atau buah pohon atau dari pilinan kertas yang dibasahi. Jenis-jenis permainan lain yang tanpa alat juga masih sangat banyak seperti margala, marsappele-sappele, dll. (Panda MT Siallagan/berbagaisumber/int)


EmoticonEmoticon